Manusia
benar-benar merupakan makhluk istimewa yang sangat disayangi dan
dimanjakan oleh Tuhan. Kepada setiap individu makhluk yang sering
mendapat julukan sebagai khalifah di muka bumi ini, Sang Pencipta dan
Penguasa Alam Semesta sepertinya memberikan otoritas penuh dan
menyediakan begitu banyak cara dan peluang untuk menuju sukses. Prestasi
cemerlang teman saya berikut ini merupakan bukti nyata, bahwa siapa pun berhak untuk sukses asal ia serius untuk menggapainya.
Mungkin sebagian dari kita tidak begitu familiar dengan makhluk merayap, licin berlendir, dan sangat menjijikkan yang biasa disebut “ulat grayak”. Ulat dengan nama ilmiah Spodoptera ini
adalah salah satu jenis ulat ganas yang menjadi musuh para petani.
Betapa tidak, hanya dalam hitungan beberapa hari, hama yang sangat
mengerikan ini mampu memupus harapan para petani dengan menyerang ribuan
hektar tanaman palawija dan sayuran yang siap panen. Beberapa daerah di
Indonesia seperti Jawa Barat, Bangka Belitung, dan Nusa Tenggara Timur pernah mengalami kerugian yang luar biasa akibat serangan hama ganas ini.
Hebatnya, saat terjadi serangan sporadis ulat ini, para petani dan aparat pemerintah biasanya tidak berdaya. Karena, hama cerdik ini ternyata memiliki
kemampuan menyerbu lahan petani secara bergerilya. Pada siang hari
mereka biasanya menghilang dan sembunyi di balik tanah. Kemudian mereka baru mulai
bergerak menyerbu tanaman pada malam hari hingga matahari pagi
bersinar. Serangan hewan ini biasanya menyebabkan daun dan buah tanaman
menjadi sobek dan tangkai buah menjadi terpotong-potong serta berlobang sehingga mengakibatkan kegagalan panen.
Ulat
kecil yang sangat menjijikkan ini tidak saja mengancam kepentingan para
petani. Pada tahun 2008 yang lalu, mereka bahkan pernah diberitakan
melakukan penyerangan terhadap penduduk di salah satu komplek perumahan
di Kota Bandung. Hewan ganas ini menyerbu rumah-rumah warga dan kemudian
bergelantungan di langit-langit, merayap di dinding, bersembunyi dalam
alat-alat elektronik, dan bahkan ada yang hinggap dan merayap di tubuh
para penghuni rumah. Diberitakan pula bahwa hanya dalam hitungan tujuh hari,
hewan ini berhasil memaksa seluruh warga meninggalkan rumah mereka dan
mengungsi selama beberapa hari di tempat yang lebih aman,
termasuk di hotel-hotel terdekat. Saking besarnya kerugian dan ancaman
ulat grayak terhadap kepentingan manusia, rasanya tidak berlebihan jika
sebagian orang menobatkan si ulat kecil menjijikkan ini sebagai salah satu musuh besar yang harus terus diwaspadai dan dibasmi.
Namun,
jika kita tidak dalam kondisi panik, kita hanya perlu sedikit kebijakan
berpikir untuk mengakui bahwa ternyata tidak selamanya ulat grayak
merugikan manusia. Binatang merayap ini sebenarnya adalah bagian dari
siklus hidup sejenis kupu-kupu kecil (imago). Pada musim yang dianggap
cocok untuk perkembangannya dan tersedianya makanan yang melimpah,
kupu-kupu kecil tersebut akan bertelur dalam jumlah yang sangat banyak
untuk melipatgandakan keturunannya. Telur-telur tersebut kemudian
menetas menjadi larva yang sering kita sebut ulat grayak. Proses
berkembang ulat grayak untuk menjadi kupu-kupu kecil biasanya memerlukan
waktu lima hingga tujuh hari.
Jadi, serangan ulat grayak sebenarnya adalah salah satu contoh betapa manusia harus terus-menerus
belajar dan belajar untuk menguak rahasia alam ciptaan Tuhan. Jika kita
mau belajar, bukan tidak mungkin hewan yang menjijikkan dan menakutkan
ini justru bisa kita jadikan teman untuk mengantarkan kita kepada sebuah
kesuksesan.
Salah
seorang teman baik saya adalah orang yang berhasil menjadikan ulat
grayak sebagai teman untuk menggapai sukses. Ketika sama-sama mengambil
program doktor di Jepang beberapa tahun yang lalu, saya menyaksikan
sendiri betapa luar biasanya teman ini. Selama tiga tahun mengambil program doktor, teman tersebut sudah mengunjungi hampir semua kota besar di Jepang dan setidaknya tiga negara lainnya di luar Jepang, demi mempresentasikan
hasil penelitiannya tentang ulat grayak. Untuk ukuran perempuan, saya
rasa ia termasuk dosen Indonesia yang berprestasi luar biasa di
bidangnya.
Yang paling menarik, teman saya ini selalu terlihat sangat bersemangat setiap kali bercerita tentang ulat grayak. Pada salah satu kesempatan seminar—setelah menyadari sebagian peserta terlihat kurang antusias dan seperti jijik mendengar ulat grayak yang ia presentasikan—dengan berseloroh dia berkata, “Sekalipun teman-teman tidak suka dengan ulat menjijikkan ini, ia telah sangat berjasa dalam perjalanan karier dan keluarga saya. Tanpa ulat ini, saya tidak mungkin memboyong keluarga saya ke Jepang, menyekolahkan anak-anak saya di Negeri Sakura ini,
dan bahkan bepergian ke mancanegara. Teman kecil saya inilah yang telah
membelikan tiket pesawat dan membawa saya terbang keliling dunia.”
Bagi saya—yang juga menekuni penelitian tentang hewan kecil perairan dan bahkan tidak bisa dilihat sama sekali dengan mata telanjang yang disebut zooplankton—pernyataan teman tadi sangatlah benar adanya. Dengan keahlian unik yang ia miliki, ia telah menciptakan relung (niche)
sehingga ia merupakan satu dari sangat sedikit orang yang bisa
mengungkap rahasia alam di balik ulat grayak. Karena dahsyatnya ancaman
ulat grayak terhadap ketahanan pangan dunia, keahliannya akhirnya sangatlah diperlukan. Sehingga,
ia sering diundang untuk menyajikan hasil penelitiannya tentang
strategi pemberantasan ulat grayak kepada komunitas peneliti pertanian
internasional.
Baru-baru ini, saya makin terkaget-kaget saja dengan kesuksesan teman baik saya ini. Setelah tujuh tahun
berpisah sejak menyelesaikan program doktor kami di Jepang, tanpa
disangka-sangka kami bertemu lagi dalam forum pertemaun tahunan Pimpinan
Fakultas Pertanian-Perguruan Tinggi Indonesia Bagian Barat di Banten.
Ia rupanya diundang sebagai salah satu pembicara dalam forum ilmiah
tahunan bergengsi tersebut. Saat itu, ia menceritakan bahwa semenjak pulang ke Tanah Air, ia terus mengajar dan meneliti. Ia
juga diminta menjadi konsultan ahli Departemen Pertanian untuk
mengendalikan hama dan penyakit tanaman di salah satu sentra produksi
palawija di daerahnya. Teman ini juga
memberi tahu saya bahwa dalam beberapa bulan ke depan ia akan dibiayai
oleh Pemerintah Indonesia untuk melanjutkan dan memperdalam
penelitiannya tentang ulat grayak dengan tinggal selama empat bulan di Hokkaido University.
Karena
saya pernah juga menjadi peneliti tamu di salah satu universitas
bergengsi di Eropa beberapa tahun yang lalu, saya bisa membayangkan
bahwa kedatangannya sebagai peneliti tamu di Jepang kali ini pasti akan
diikuti dengan lompatan karier dan reward finansial
yang tidak sedikit. Dengan begitu banyaknya apresiasi dan penghargaan
yang telah ia dapatkan, saya sangat yakin bahwa teman saya ini tidak
pernah menyesal mempelajari ulat grayak. Makhluk yang bagi kebanyakan
orang dikonotasikan sebagai musuh jelek dan menjijikkan sehingga harus
dihindari dan dimusnahkan. Namun di mata teman saya ini, ulat grayak justru
terlihat begitu cantik dan menyenangkan sehingga perlu terus dipelihara
dan dipelajari karena bisa dijadikan teman untuk menggapai kesuksesan.
Kisah
sukses teman saya di atas memberikan pelajaran kepada kita bahwa betapa
begitu banyak jalan untuk mencapai sebuah kesuksesan. Sesuatu yang
terlihat tidak berguna di mata sebagian orang, kadang kala justru sangat berharga dan bisa dijadikan kendaraan untuk menggapai keberhasilan bagi orang yang lainnya.
Ada berjuta-juta makhluk hidup dan benda mati di bumi ini yang bisa dipelajari. Dan,
tidak terhitung banyaknya jenis barang dan jasa yang bisa kita jadikan
usaha untuk membuat hidup kita lebih bermakna. Pepatah lama mengatakan “Ada banyak jalan menuju Roma”, begitulah kira-kira perumpamaan tentang begitu banyaknya cara untuk menggapai sebuah kesuksesan.
Jika
tersedia begitu banyak peluang untuk sukses, lalu apa yang membedakan
antara orang yang berhasil dan orang yang gagal? Dari kasus teman baik
saya di atas, setidaknya saya menemukan empat ciri atau kebiasaan khas yang telah mengantarkan kesuksesan kariernya sebagai dosen dan peneliti di perguruan tinggi.
Ciri
yang pertama, teman saya tersebut adalah tipe orang yang berani tampil
beda. Sejak awal, ia tidak pernah risau apakah ilmu tentang prilaku ulat
grayak yang ia tekuni akan disukai atau tidak oleh orang lain.
Sepanjang ilmu tersebut bisa mendatangkan kebaikan bagi dirinya dan
tidak merugikan orang lain, maka dengan senang hati dan bangga ia terus
mengerjakan dan menekuni bidang keahlian tersebut. Melakukan apa yang
orang lain tidak mau kerjakan merupakan salah satu strategi untuk
mengurangi pesaing sehingga memberikan peluang lebih besar bagi dirinya
untuk keluar sebagai pemenang.
Selain
berani tampil beda, teman saya tersebut juga sangat cinta kepada bidang
pekerjaannya. Kecintaan kepada profesi ini ia wujudkan dengan selalu
belajar, meneliti,
dan kemudian menyebarkan ilmu tentang ulat grayak yang dikuasainya
kepada siapa pun yang membutuhkannya. Dengan selalu belajar, maka dari
waktu ke waktu ia semakin menguasai seluk beluk prilaku ulat grayak. Sehingga, ia pun menjadi semakin ahli dan pintar dalam mengendalikan prilaku ganas dari hama yang sangat merugikan tersebut.
Karena semakin ahli dan pintar, ia juga menjadi semakin produktif dalam menghasilkan
karya ilmiah dan melakukan pengabdian masyarakat yang berkaitan dengan
penanggulangan hama ulat grayak baik di tingkat lokal, nasional maupun
internasional. Banyaknya publikasi ilmiah dan semakin tingginya
apresiasi masyarakat terhadap keahliannya, kemudian berimplikasi kepada
peningkatan karier dan reward finansial kepada teman saya tersebut.
Yang
saya sangat kagumi dengan teman saya ini adalah prinsip hidupnya yang
sangat menghargai proses. Ia tidak terlalu berharap kepada hal-hal yang
bersifat instan atau berbau keberuntungan, apalagi menghalalkan segala
cara untuk mencapai tujuan. Bayangkan saja, ia telah meneliti ulat
grayak selama lebih dari tujuh tahun sejak ia menamatkan program sarjananya sampai ia kemudian menamatkan S-3 sehingga berkualifikasi doktor.
Setelah doktor pun ternyata ia masih melanjutkan pendalaman ilmunya dengan menjadi peneliti mandiri di universitasnya selama delapan tahun.
Itu pun rupanya masih belum cukup, karena ternyata ia akan kembali
bergabung lagi dengan mantan pembimbing doktornya untuk melakukan
penelitian lanjutan di Jepang selama empat bulan
tahun ini. Kalau kita hitung-hitung, teman saya ini termasuk orang yang
tidak mengingkari hukum alam, bahwa dalam profesi dan bidang usaha apa
pun diperlukan proses panjang untuk mencapai sebuah kesuksesan.
Andrias Harefa—seorang trainer pengembangan sumber daya manusia papan atas di Indonesia—pernah
menulis bahwa untuk menjadi trainer dan pembicara publik yang sukses
juga diperlukan kurun waktu antara 10 sampai 15 tahun. Demikian pula di
kalangan para pengusaha seperti Bob Sadino dan Ir Ciputra, diperlukan
kurang lebih kurun waktu yang sama untuk benar-benar mencapai sukses di
bisnis mereka.
Dan
yang terakhir, teman saya ini adalah seorang yang memegang prinsip
untuk selalu menggali lebih dalam. Ia adalah tipe pekerja keras yang
selalu antusias dan ikhlas untuk mengerjakan sesuatu lebih banyak dari
pada yang dikerjakan oleh orang lain. Di Indonesia dan apalagi di dunia,
ia bukanlah orang pertama yang meneliti ulat grayak. Tetapi, karena ia konsisten dan melakukan penelitian lebih banyak dari yang lainnya, maka dialah
yang akhirnya dikenal dunia sebagai pakar ulat grayak. Karena ia sudah
melakukan yang terbaik, rupanya Yang Kuasa pun tidak keberatan untuk
memberikan imbalan yang setimpal terhadap hasil kerja kerasnya. Apakah
Anda termasuk orang seperti ini? Jika ya, saya ucapkan selamat atas kesuksesan yang sudah ada di pelupuk mata Anda![sg]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar