“Meski Victor terbaring sudah hampir enam tahun, tapi saya tak pernah terpikir menyesali kondisi ini,” Ujar Tari Menayang, yang harus menerima kenyataan bahwa suaminya Victor Menayang, terserang stroke di tahun 2005 dan hingga kini belum pulih kesadarannya.
Tentu saja, kenyataan ini jauh dari apa yang dibayangkan Tari di masa awal pertemuannya dengan sang suami.
Adalah kebahagian bagi Tari, ketika pertama kali bisa bertemu dan kemudian berpasangan dengan Victor Menayang, mahasiswa ganteng yang juga menyandang gelar mahasiswa terbaik di Universitas Indonesia. Hubungan yang dimulai dengan pertemanan itu kemudian berujung pada sebuah pernikahan. Tepatnya tanggal 8- 8-1988, Tari dan Victor akhirnya berikrar untuk berumah tangga. Kebahagian mereka bertambah setelah dikaruniai seorang anak laki-laki yang diberi nama Adila Paramatra.
Kehidupan keluarga bahagia ini telah berubah, ketika 30 Mei 2005 lalu, Victor yang menyandang gelar doctor itu terserang stroke hingga mengakibatkan pendarahan di batang otak. Saat itu dokter menyatakan bahwa peluang bagi kesembuhan Victor hanya 5 persen saja. Meski demikian, keluarga masih percaya bahwa Tuhan masih akan memberi kehidupan bagi Victor.
Setelah berbulan-bulan di rawat di rumah sakit, akhirnya Victor di rawat di rumah. Kini Tari tami mengurus suaminya sendiri dan seorang suster membantunya, saat ia harus berkerja mencari nafkah.
Hampir enam tahun, sang suami terbaring di tempat tidur. Selama itu juga Tari mampu menghadirkan perawatan terbaik untuk suami, seperti menyiapkan, memberi makan, minum dan obat melalui selang. Gerakan tangan, sorot mata, tarikan nafas adalah sesuatu yang dian ggap Tari sebagai cara sang suami berkomunikasi dengannya.
Pengalaman yang tak jauh berbeda juga dialami oleh Tamy Ferrasta, istri dari presenter Ferrasta Soebardi alias Pepeng. Seperti sudah kita ketahui, sejak tahun 2005 Pepeng terserang penyakit multilpe schelerosis, sebuah penyakit yang menggerogoti syaraf pusat dan melumpuhkan badan. Alhasil sudah hamper 6 tahun ini, Pepeng menghabiskan waktunya di tempat tidur. Artinya sudah enam tahun dan hampir 24 jam dalam sehari, Tami mendedikasikan waktunya untuk merawat sang suami.
Penyakit multilpe schelerosis memang telah membuat tubuh pepeng jadi lemah. Pepeng tergelatak di tempat tidur dan mengalami kelumpuhan dari pinggang hingga bawah kaki. Untuk itu Pepeng sangat tergantung oleh bantuan orang lain di sekitarnya.
Tami pun akan selalu siap menjaganya, bahkan bak seorang suster, tami pun merawat hingga membantu membersihkan luka pepeng dengan penuh kesabaran. Untuk tetap siaga seperti layaknya perawat, Tami juga memasang bel di kamar Pepeng agar sang suami dengan mudah memberi kode saat membutuhkannya.
Meski kadang ada terselip duka, tapi Tami mengaku selalu tersemangati oleh sang suami, yang selalu tegar dan optimis dengan prinsip nya “pantang mati sebelum ajal.” Satu hal penting bagi Tami, meski sang suami dalam keadaan sakit, tapi tetap bisa membuatnya jatuh cinta. “Saya sudah tiga kali jatuh cinta, sama orang yang sama,” ujarnya diakhiri tawa.
Dalam kesempatan ini juga Tami membagi kisahnya tentang cerita indah bersama Pepeng, termasuk kehidupan cinta dan rumah tangga yang bahagia dengan empat anak mereka. Dan Tami punya alasan tersendiri tentang kesetiaannya pada sang suami.
Satu kisah yang penuh inspirasi juga hadir dari pasangan Retno dan Sananto. Janji pernikahan bagi Retno adalah sebuah janji yang tak hanya diikrarkan antar manusia, tapi juga antara dia dan Tuhan.
Tahun 2000 Sananto, suami Retno mendapat serangan penyakit Parkinson, sebuah penyakit degeneratif syaraf yang menyebabkan para penderitanya mengalami kesulitan dalam pergerakan dan kekakuan otot. Dan di tahun ke lima setelah serangan itu, atau tepatnya di tahun 2005, kondisi Sananto semakin parah. Tangan kanannya mulai sering bergerak diikuti dengan kakinya, dia tidak bisa mengontrol pergerakan badannya dan penyakitnya baru bisa dikontrol dengan obat-obatan.
Meski masih bisa bekerja, tapi akibat penyakitnya itu, santono memerlukan banyak bantuan dalam beraktivitas, dari hal-hal sederhana seperti memegang sebuah barang, berjalan, memakai baju. Dan karena gerakan tubuhnya yang sering tidak bisa dikontrol, maka Retno nyaris tak pernah meninggalkan suaminya. Bahkan ketika harus bepergian, Retno selalu membawa serta sang suami.
Sebelas tahun sudah Retno mengurus suaminya. Dan dia mengaku akan selalu mensupport sang suami agar tetap tegar, sabar, dan tak bosan untuk terus berusaha berobat. Retno mengaku akan terus bertahan, karena kecintaan dan tanggung jawab pada suami serta keluarga. “Kalau tidak, bagaimana saya akan melindungi suami,” tegasnya.
Inilah episode khusus tentang ketegaran dan kesetiaan perempuan dalam menghadapi ujian sebagai istri dan juga seorang ibu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar